Tuesday, January 28, 2014

CEO Razer kepada pelajar: membuang waktu dan mendapat nilai jelek itu tidak apa-apa



Tan Min-Liang, CEO kelahiran Singapura dan creative director di perusahaan perangkat game Razer, tampak seperti Steve Jobs “mini”.

Selain menggunakan baju hitam, celana jeans biru dan sepatu kets yang khas dari Steve Jobs, Tan juga memiliki obsesi yang sama: desain produk dan gadget premium berkualitas tinggi.

Dulunya mahasiswa hukum di National University of Singapore, Tan berubah dari seorang pengacara menjadi kepala perusahaan yang bermarkas di California dan mempekerjakan 500 orang di 10 kota. Ketika orang-orang startup berkumpul dan bertanya mengenai entrepreneur hebat, namanya sering disebut.

Tan punya kharisma panggung yang kuat, dan itu sangat terlihat ketika ia berbicara dengan suara baritonnya di depan sejumlah pelajar National University of Singapore (NUS) bulan Agustus lalu. Berikut adalah beberapa hal yang ia bagikan.



1. Membuang waktu itu tidak apa-apa
Hobi bermain game tidak selalu dipandang positif. Tan selalu menerima komentar bahwa bermain game komputer adalah sesuatu yang buruk dan merupakan aktivitas yang tidak akan menghasilkan apa-apa. Ternyata hobinya malah menjadi aset paling berharga yang ia miliki. Ia mengatakan:

Tiap saya membuang waktu, saya belajar sesuatu, melakukan sesuatu yang sangat konstruktif untuk masa depan.
2. Mendapat nilai jelek itu tidak apa-apa
Tan mengamati bahwa orang-orang bisa terlalu memperhatikan hasil dan ukuran angka. Di sekolah, pelajar diharuskan lulus ujian, dan kegagalan akan menghancurkan hidup mereka.

Tapi dalam sudut pandang yang lebih luas, tidak ada yang peduli, terutama ketika Anda mendapat nilai jelek di pelajaran yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang Anda inginkan.

Tan membawa sikap ini ke Razer, dimana mereka sering merancang produk yang gila meskipun berpeluang gagal. Perusahaan ini masuk ke bisnis laptop karena Tan tidak bisa mendapatkan laptop game yang bagus untuk dirinya sendiri.

Secara bisnis, keputusan itu tidak masuk akal, dan mereka kehilangan banyak uang tiap kali menjual laptop game tersebut.

Kondisinya mencapai titik dimana jika ini gagal, maka perusahaan ini akan bangkrut. Tapi kami terus maju karena ini menyenangkan.
Setelah terus maju dan memperbaiki diri, Laptop Razer menjadi lebih baik, dan versi terbarunya menuai respon positif.

3. Jangan bekerja terlalu keras
“Saya adalah salah satu orang termalas dimanapun saya berada,” katanya. Di NUS, ia bermalas-malasan pada pelajaran yang tidak ia minati. Ia menyadari bahwa jika Anda kesulitan untuk bekerja keras, berarti Anda antara tidak menyukai pekerjaan itu, atau Anda memang tidak begitu mampu melakukannya.

Tan suka menghabiskan waktunya mendesain produk, mencari warna, angle, dan akurasi yang sempurna dari kreasinya. Ia menganggap itu sebagai bersenang-senang, bukan pekerjaan.

Meskipun CEO harus memelihara berbagai aspek perusahaan yang tidak disukainya, dari posisi yang sama ia juga bisa merekrut orang untuk melakukan hal yang tidak diminatinya.

Tan memastikan bahwa perusahaannya merekrut tiap orang di posisi dan peran yang pantas. Tidak semua orang terlahir sebagai founder atau manager; mungkin ada beberapa teknisi yang memang ingin berfokus pada peran yang teknis, dan Razer mencoba memfasilitasi itu.

Beberapa teknisi atau pengacara berbakat bisa bekerja dengan baik di laboratorium bawah tanah. Mereka juga sangat cerdas.

id.techinasia.com

Baca Selengkapnya..

STARTUP ITU APA SIH?



Mendefinisikan start-up sering kali menjadi hal yang sangat sulit. “Lha gimana mau bisa mendefinisikan wong artinya aja masih ga ngerti.” Kira-kira begitulah ucapan sebagian besar pemuda-pemudi Jogja yang sempat saya tanyai beberapa hari ini. Rupanya, istilah ini belum cukup populer dikalangan pemuda-pemudi Jogja.

Menurut Andin Rahmana (@andinrahmana), seorang pemuda yang sedang berkuliah di Jogja dan mengaku sebagai tenaga kerja digital, Startup adalah perusahaan baru yang biasanya bergerak di bidang teknologi informasi dan menggunakan media internet sebagai platform nya. Perusahaan ini menghasilkan produk-produk digital (seperti aplikasi web atau layanan melalui website) dan biasanya isu produknya berhubungan dengan permasalahan sehari-hari. Karena spesifikasi teknologi informasi ini lah kemudian istilah bisnis start-up sering di identikan dengan pekerjaan bagi tech savvy. Padahal, untuk membuat sebuah bisnis start-up seseorang tidak harus memiliki background sebagai tech savvy asalkan memiliki ide yang out of the box. Sebagai ilustrasi, ide merupakan bahan pokok bagi sebuah bisnis startup, namun bahan pokok tersebut tidak akan menjadi bisnis startup apabila tidak diolah sedemikian rupa dan dimasak hingga matang, dari sini dibutuhkan tenaga ahli seperti tech savvy.





Pada dasarnya, membuat startup merupakan hal yang mudah bagi mahasiswa. Kenapa? Selain masih memiliki kreativitas, semangat, dan idealisme, mahasiswa juga masih memiliki kebebasan dan tidak memiliki tuntutan untuk mendapatkan uang dengan cepat. Mahasiswa masih memiliki umur yang panjang, sehingga apabila bisnis tersebut mengalami kegagalan mahasiswa masih memiliki semangat untuk belajar dan mencoba lagi hingga berhasil. Selain itu, mahasiswa masih bebas meng-explore dunia ini, apabila kita mulai mengelola bisnis start-up dari sekarang, 2 – 3 tahun kemudian, umur kita sudah matang untuk mengolahnya lebih serius.

Yang perlu dilakukan untuk memulai bisnis startup adalah ciptakan ide-ide brilian kalian, realisasikan, dan bekerjasamalah dengan teman-temanmu untuk menciptakan bisnis tersebut. Hal yang penting juga, jangan lupa untuk memanfaatkan kemudahaan teknologi di era ini dan jangan takut untuk gagal seperti kata Steve Jobs, “Let’s go invent tomorrow, rather than worrying about what happened yesterday” jadi jangan takut gagal dan mencoba lagi. Tertarik untuk berbisnis startup?

APA JENIS STARTUPMU?


Konsumen digital di Indonesia yang makin luas juga membuat banyaknya muncul start up-start up baru di Indonesia. Start up makin lama juga makin beragam dan menjangkau hampir semua aspek kehidupan dan semua kalangan.



Bagi ibu-ibu yang suka belanja barang-barang kebutuhan rumah, ada start up jenis Daily deals and Group commerce yang siap memudahkan belanja. Contohnya adalah melalui LivingSocial dan Groupon. Bagi anak muda yang sangat suka bermain game di handphone, Rovio dan Zynga menjadi start up jenis Mobile gaming yang memfasilitasi kesukaan anak muda itu. Serta masih ada banyak jenis start up lain yang sudah ada dan masih bisa dikembangkan.

Daftar jenis-jenis start up yang bisa dikembangkan di Indonesia:
1. Photo Sharing: Instagram, Piictu, Pinterest, Sicerely.
2. Social Commerce: Storenvy, Goodsie, Magento.go.
3. Micro hiring: Zaarlu, Fiverr, Craigslist, TaskRabbit.
4. Mobile payments: Google Wallet, Giftly, Square, Intuit, Mobile Card.
5. Education, Teaching, Blackboard killers: Skillshare, TutorSpree, Hoot.me, Coursekit, Coursehorse.
6. Music Sharing: Spotify, Rdio, MOG, Turntable.fm.
7. Last minute bookings: Hotel Tonight, Lifebooker, Savored, ZocDoc.
8. Monthly deliveries: GuyHaus, ManPacsk,m FreshDirect, ShoeDazzle.
9. Video job interviews: Ovia, Skype, Google Hangouts.
10. Making technical things easy for non-techies: Onswipe, Goodsie, Flotype, Onepager.
11. Social eReading experiences: Copia, AppAddictive, BookTracks.
12. Renting everything: GetArround, Airbnb, Liquid Space.
13. Mobile gaming: Rovio, Zynga, Lima Sky.
14. Daily deals and Group commerce: LivingSocial, Groupon, SignPost, Group Commerce.
15. Online dating: JDate, Match, OkCupid.
16. Social travel and events: Soonar, Nextstop, SpotOn.
17. Social news recommendation: Meebo, Twitter, Shelby.
18. Flash Sales: HauteLook, Ideeli, Gilt Groupe.
19. Social Networks for groups: Path, Facebook Page, Kohort.
20. Check-ins: Foursquare, MyTown, Gowala.

Tertarik untuk membangun sebuah start up? Apa jenis start up mu?

MELIHAT LAGI PERKEMBANGAN STARTUP DI INDONESIA

Perkembangan startup di Indonesia saat ini sangat pesat dan dinamis. Ide yang dihadirkan juga sangat beragam, kreatif, dan berkualitas. Hal ini dikarenakan informasi dan aktivitas terkait dengan pengembangan startup makin banyak dan mudah diakses.

Menurut Andi S. Boediman, direktur Ideosource, ada dua gelombang startup di Indonesia yang cukup menggembirakan. Gelombang pertama, orang-orang yang tadinya bekerja sebagai profesional di perusahaan besar yang kemudian tidak segan-segan masuk ke dunia startup. Gelombang kedua adalah orang-orang Indonesia yang tadinya bekerja di luar negeri, kembali ke Indonesia untuk membangun startup. “Mereka kembali di Indonesia untuk membangun model kewirausahaannya sendiri. Dua gelombang inilah yang menjadi tanda positif dari startup Indonesia,” kata Andi.



Di Indonesia, ada banyak startup yang founder-nya pernah bekerja di perusahaan Silicon Valley (Amerika Serikat). Salah satunya adalah Bornevia, sebuah startup helpdesk berbasis web yang membantu perusahaan menghadapi kesulitan dalam menangani customer support secara online.

Tim Bornevia menjelaskan bahwa situs ini adalah “sebuah CRM customer support dengan direktori kontak yang terintegrasi dan sistem manajemen tiket.“ Dengan Bornevia, pengguna bisa mengintegrasikan media sosial mereka dengan akun email dan menangani interaksi dengan pelanggan mereka di sana. Dua orang yang berada di balik startup ini adalah Benny Tjia dan Tjiu Suryanto. Benny pernah kuliah di University of Michigan dan Stanford, kemudian bekerja di Yammer sebagai teknisi software, dan kemudian bekerja di Astra Internasional di Jakarta.

Beberapa pengguna beta Bornevia berasal dari Indonesia, India, Afrika Selatan, Kanada, dan Amerika Serikat. Saat ini Bornevia bisa digunakan secara gratis dengan fitur yang terbatas. Tapi mereka akan segera membuka versi unlimited dengan harga USD 12 (Rp 140.000) untuk tiap pengguna per bulan.



Startup Indonesia yang tidak kalah hebatnya adalah PicMix. Sebagai salah satu jejaring sosial di Indonesia, PicMix sudah memiliki 15 juta pengguna di seluruh dunia dan 225 juta foto di-upload di platform-nya. Padahal startup ini baru berusia dua tahun.

Pada tahun 2013, PicMix memiliki 15,5 juta pengguna terdaftar, 900.000 pengguna aktif per hari, dan 48 persen pengguna aktif per bulan. 35 persen pengguna mereka berasal dari Indonesia, dan menariknya diikuti oleh Afrika Selatan dan Venezuela di peringkat kedua dan ketiga. Dulu startup ini juga menerima dana sebesar USD 7 juta dari Erajaya, yang merupakan salah satu distributor handphone terbesar di Indonesia. Kerja sama itu juga membantu perkembangan PicMix, karena Erajaya meng-install PicMix di semua handphone mereka sebelum dijual.

Melihat paparan di atas, rupanya perkembangan bisnis startup di Indonesia sangat pesat dan menjanjikan ya. Sekali lagi nih, tertarik terjun ke dalam bisnis startup?


Baca Selengkapnya..