Monday, January 28, 2013

STOP MOTION


Dalam dunia film kita pasti tahu tentang Slow Motion, nah klo Stop Motion apakah artinya? Stop Motion terdiri dari dua kata yaitu STOP yang berarti berhenti dan MOTION yang berarti gerakan / bergerak. Teknik ini menggunakan prinsip frame to frame seperti animasi 2 dimensi. Pengerjaannya sama dengan animasi pada umumnya yaitu mengatur frame per frame gambar. Namun yang membedakan disini adalah cara menghidupkannya / animatenya. Jadi dapat disimpulkan Stop Motion Animation adalah Tehnik membuat animasi / Film / movie yang dibuat seolah - olah potongan-potongan gambar menjadi saling berhubungan satu sama lain nya sehingga membentuk suatu Gerakan bahkan Cerita.

Animasi pada umumnya memiliki gerakan-gerakan yang lincah, namun jika mengerjakan menggunakan stop motion gerakan tidak akan tampak lincah karena keterbatasan gerak objek. Pada umumnya animasi awalnya bukan video namun melainkan kumpulan gambar yang berurutan sehingga akhirnya menjadi sebuah video. Begitu pun dengan stop motion yang juga terdiri dari kumpulan gambar yang berurutan. Namun kumpulan gambar yang didapatkan dalam stop motion tidak lah sehalus pengerjaan animasi dengan komputer. Gerakannya terkesan patah - patah. Karena pengambilan sebuah gambarnya memerlukan penggerakan objek secara manual.

Dalam perkembangannya, stop motion animation sering disebut juga claymation, karena animasi ini sering menggunakan clay (plastisin/tanah liat) sebagai objek yang digerakkan. Berdasarkan teknik penggarapannya, selain limited animation, dan teknik yang paling baru adalah CGI atau Computer Generated Imagery, penggarapan animasi dengan teknik stop motion sebenarnya tergolong paling kuno dan sangat sederhana sekali. Tidak diperlukan satu keahlian khusus dalam membuatnya, yang paling dibutuhkan dalam pengerjaannya teliti dan telaten. Animasi ini bukan animasi yang bisa dibuat dalam waktu singkat. Namun, semua orang bisa mencobanya. Peralatan yang dibutuhkan hanyalah kamera foto atau kamera video tipe apa pun, tripod atau apapun yang dapat menyanga kamera tepat pada tempatnya, dan yang paling penting adalah objeknya. Sederhana, bukan? Cukup dengan menggunakan tangan sendiri, kita pindahkan posisi objek berupa boneka, model, atau gambar secara perlahan-lahan. Dan setiap pergerakan itu direkam dengan kamera foto ataupun kamera video. Nah, ketika hasil rekaman itu kita susun berurutan, maka yang tercipta adalah kesan seolah-olah objek bergerak dan hidup.

CIKAL BAKAL DAN SEJARAH ANIMASI STOP MOTION
Animasi stop motion memiliki sejarah panjang dalam film. Objek yang dipakai pun masih sederhana, berupa boneka yang bisa digerakkan dengan tali dan tangan, atau kalau di Indonesia terkenal dengan wayang. Gambar yang berurutan, ataupun tanah liat yang mudah diubah bentuknya, seringkali dipakai juga sebagai objek dalam pembuatan animasi ini.

Awalnya teknik ini digunakan oleh Albert E Smith dan J Stuart Blackton untuk pertunjukan The Humpty Dumpty Circus pada tahun 1898. Ketika animasi mulai berkembang sekitar abad ke-18 di Amerika, J. Stuart Blackton adalah orang pertama kali yang mengenalkan teknik ini dalam filmnya berjudul : Fun in a Bakery Shop yang menggunakan clay. Film ini kemungkinan merupakan film animasi stop motion yang pertama kali muncul pada tahun 1902. Karena di sisi lain, di tahun yang sama di Eropa, seorang pionir efek spesial bernama George Melies, seorang sineas asal Perancis ternyata juga menciptakan film animasi dengan teknik yang sama, hanya saja film tersebut kurang diekspos. Film yang berjudul A Trip to the Moon ini berjalan 14 menit jika diproyeksikan pada 16 frame per detik, yang merupakan standar frame rate pada saat film dibuat.

Selanjutnya pada tahun 1906, Stuart Blackton kembali membuat film animasi pendek dengan judul Humourous Phases of Funny Faces, yang dibuat dengan menggunakan media papan tulis dan kapur tulis. Menggambarkan ekspresi wajah seorang tokoh kartun pada papan tulis, diambil gambarnya dengan still camera, kemudian dihapus untuk menggambarkan ekspresi selanjutnya. Pada saat itu, teknik stop motion semakin banyak disenangi oleh animator Amerika. Lalu teknik tersebut semakin berkembang hingga pada tahun 1925, Willis OBrien mencoba membuat film tentang dinosaurus yang terbuat dari clay (plastisin/tanah liat) dengan judul The Lost World dan disusul dengan karya klasiknya berjudul King Kong pada tahun 1933. Sejak itu, stop motion animation semakin dikenal dengan sebutan claymation. Kini semakin banyak aja karya claymation yang sukses di pasaran, seperti Wallace and Gromit (1989), Chicken Run (2000) oleh Aardman Animations, studio animasi spesialisasi stop motion yang didirikan Peter Lord dan David Sproxton tahun 1972. Film The Nightmare before Christmas (1993) oleh Tim Burton dan yang paling gres Corpse Bride (2005).

Kelebihan Stop Motion Animation:
- Siapapun dapat membuatnya
- Tidak diperlukan peralatan yang 'wah'. Biasanya menggunakan malam / papercraft / clay
- Kamera
- Tripot

Kelemahan Stop Motion Animation:
- Proses pengerjaan lama
- Konsep harus matang
- Diperlukan ketelitian dan ketelatenan yang tinggi
- Keterbatasan gerak objek

Sumber


Cara bikin stop motion

Pertanyaan ini sering banget ditanya. Sayangnya belum bisa gue jawab karna terlalu panjang. akhirnya gue bisa jelasin lewat blog gue ini. 40% film film di youtube gue menggunakan teknik stop motion. bisa dibilang, sebenernya bikin stop motion itu gampang, cuma butuh kreatifitas dan kesabaran yang sangat sangat mendalam. oke, kali ini gue bakal ngejelasin apa itu stop motion, cara bikin stop motion, dan tips&trick cara bikin stop motion. lets goooo..
Stop motion apaan tuh?
menurut wikipedia sih stop motion adalah teknik animasi untuk membuat suatu objek yang dimanipulasi secara fisik sehingga kelihatan bergerak dengan sendirinya. menurut gue, stop motion adalah animasi nyata yang merupakan gabungan dari beberapa foto yang sehingga jadi video.

Bikin stop motion gimana sih?
yang kalian butuhin adalah:
1.Ide cerita dan kreativitas
2.Kamera pocket, kamera SLR, Handycam, kamera Handphone,dll
3. Tripod (ini penting!! untuk menjaga kestabilan kamera)
4. Software komputer seperti Windows movie maker, Corel video studio pro, dll

STEP 1
Untuk saat ini, anggap kalian mau bikin selimut gerak sendiri. Lalu siapkan kamera dan tripod, arahkan ke selimutnya. Foto selimutnya, geser selimutnya, foto selimutnya, geser lagi selimutnya, foto lagi, geser, dan seterusnya. hasil foto sebagai berikut:

STEP 2
masukan hasil fotonya ke komputer. Buka Windows movie maker (WMM) dan import foto2 yg tadi ke WMM. Select semua files foto yang udah di import (ctrl+A), lalu klik TOOL > OPTION > KLIK ADVANCED, lalu ubah picture duration nya (semakin kecil durasinya, semakin cepat perpindahan fotonya. semakin besar durasinya, semakin lambat perpindahan fotonya) disarankan durasinya dibawah 1 detik. lalu Drag semua foto di jendela movie maker ke video TimeLine Bar


Dan automatis gambar udah tersusun sesuai durasi yang tadi kita atur. Coba sekarang Play videonya. Kurang musik ya? Kalo mau tambah musik.. Import dulu musiknya ke windows movie maker. lalu drag ke bagian musik bar di bawah timeline. dan kalian bisa atur panjang pendek lagu tersebut. Nah! kalo udah selesai, Klik FIle > Save Movie Files / Publish Movie. selesai deh! tinggal di upload ke youtube dan share ke yang lain :D

INI HASIL VIDEO YANG GUE BIKIN
________________________________________________________________

Kalo kalian masih kurang jelas dan masih bingung. bisa liat video tutorial ini. ini bukan punya gue, jadi sorry ya kalo bahasa inggris.


_______________________________________________________________

Terus, Tips and tricknya apa aja tuh?

1. Cari inspirasi disekitar lo, misalnya lo liat mobil lagi jalan. terus pikirin apa ya benda yang bisa jalan kayak mobil?
2. Sebelum bikin, lo harus tau tujuan pembuatan stop motion buat apa dan untuk siapa. Lalu bisa nentuin tema utk videonya. misalnya untuk pacar, otomatis tema nya romantis. Untuk ultah temen, tema nya have fun, atau bahkan untuk lomba yg tema nya udah ditentuin.
3. pikirikan lagu yg cocok utk tema. Cari lagu yang Seger, Semangat, Gak galau, Gak slow, dan ada beat-nya. (ex: black eyed peas, katy perry, lady gaga, dll)
4. kita resapin yg dalam-dalam lagunya. Terus bayangin deh video yg bakal kamu buat. Usahain bagian awal dan reff itu beda konsep, biar lebih menarik/ada klimaks.
5. Kalo butuh temen untuk bantuin bikin video, jangan ajak temen yang rewel dan ga sabaran. trust me, mereka menghambat kinerja hahaha
6. sabar dan jangan males! gue yakin kalo lo sabar, hasilnya bakal maksimal
7. untuk video 3 menit, diperlukan sekitar 500-1000 foto. jadi lo harus siap mental
8. Bikin stop motion lebih enak rame-rame sama temen. dijamin FUN! dan rasa capeknya jadi kurang.
9. upload videonya di youtube, terus minta saran sama orang lain. jadi kalian tau apa kekurangannya dan bisa memperbaiki di video stop motion selanjutnya
10. Kalo banyak yang bilang jelek, jangan nge-down, justru lo tunjukin ke mereka suatu saat lo yang bikin mereka kagum.

GOOD LUCK! dan inget, SABAR!





Baca Selengkapnya..

Sejarah Musik Jazz


Banyak yang beranggapan bahwa musik jazz adalah musiknya kaum elite dan mapan. Namun bila kita menegok ke akar jazz boleh dibilang justru bertolak belakang. Jazz adalah sebuah seni ekspresi dalam bentuk musik. Jazz disebut sebagai musik fundamental dalam hidup manusia dan cara mengevaluasi nilai-nilai tradisionalnya. Tradisi jazz berkembang dari gaya hidup masyarakat kulit hitam di Amerika yang tertindas. Awalnya, pengaruh dari tribal drums dan musik gospel, blues serta field hollers (teriakan peladang). Proses kelahirannya telah memperlihatkan bahwa musik jazz sangat berhubungan dengan pertahanan hidup dan ekspresi kehidupan manusia.

Yang menarik adalah bahwa asal kata “jazz” berasal dari sebuah istilah vulgar yang digunakan untuk aksi seksual. Sebagian irama dalam musik jazz pernah diasosiasikan dengan rumah-rumah bordil dan perempuan-perempuan dengan reputasi yang kurang baik. Dalam perjalanannya kemudian, jazz akhirnya menjadi bentuk seni musik, baik dalam komposisi tertentu maupun improvisasi, yang merefleksikan melodi-melodi secara spontan. Musisi jazz biasanya mengekspresikan perasaannya yang tak mudah dijelaskan, karena musik ini harus dirasakan dalam hati. “Kalau kau menanyakannya, kau tak akan pernah tahu” begitu menurut Louis Armstrong.

Legenda jazz dimulai di New Orleans dan berkembang ke Sungai Mississippi, Memphis, St. Louis, dan akhirnya Chicago. Tentu saja musik jazz dipengaruhi oleh musik yang ada di New Orleans, tribal drums Afrika dan struktur musik ala Eropa. Latar belakang jazz tidak dapat dilepaskan dari fakta di mana jazz dipengaruhi berbagai musik seperti musik spiritual, cakewalks, ragtime dan blues. Salah satu legenda jazz yang dipercaya bahwa sekitar 1891, seorang pemilik kedai cukur rambut di New Orleans bernama Buddy Bolden meniup cornet-nya dan saat itu lah musik jazz dimulai sebagai gebrakan baru di dunia musik. Setengah abad kemudian, musik jazz di Amerika memberi banyak kontribusi di dunia musik, dipelajari di universitas, dan akhirnya menjadi sebuah aliran musik yang serius dan diperhitungkan.

Musik jazz sebagai seni yang populer mulai menyebar ke hampir semua masyarakat Amerika pada tahun 1920-an (dikenal sebagai Jazz Age). Jazz semakin marak di era swing pada akhir 1930-an, dan mencapai puncaknya di akhir 1950-an sebagai jazz modern. Di awal tahun 20-an dan 30-an, “jazz” telah menjadi sebuah kata yang dikenal umum.

Pengaruh dan perkembangan musik blues tidak dapat ditinggalkan saat membahas musik jazz di tahun-tahun awal perkembangannya. Ekspresi yang memancar saat memainkan musik blues sangat sesuai dengan gaya musik jazz. Kemampuan untuk memainkan musik blues menjadi standar bagi semua musisi jazz, terutama untuk digunakan dalam berimprovisasi dan ber-jam session. Musik blues sendiri, yang berasal dari daerah Selatan, memiliki sejarah yang sangat luas. Pemain musik blues biasanya menggunakan gitar, piano, harmonika, atau bermain bersama dalam kelompok yang memainkan alat-alat musik buatan sendiri.

SEJARAH JAZZ DI DUNIA

Jazz adalah jenis musik yang tumbuh dari penggabungan blues, ragtime, dan musik Eropa, terutama musik band. Beberapa subgenre jazz adalah Dixieland, swing, bebop, hard bop, cool jazz, free jazz, jazz fusion, smooth jazz, dan CafJazz.Jazz adalah aliran musik yang berasal dari Amerika Serikat pada awal abad ke-20 dengan akar-akar dari musik Afrika dan Eropa.Musik jazz banyak menggunakan instrumen gitar, trombon, piano, terompet, dan saksofon. Salah satu elemen penting dalam jazz adalah sinkopasi.

Musik jazz pertama dari Amerika adalah benar-benar asli kontribusi kepada dunia seni masyarakat. Periode 1930an dan pada tahun 1940-an sampai sekarang adalah satu-satunya dalam sejarah ketika usia popularitas jazz lainnya hilang cahayanya semua genre musik di AS Adalah suatu masa yang dikenal sebagai era Big Band, dan selama itu ayunan musik adalah raja.

Popularitas jazz, dan cara bermain dalam perubahan gaya musik, waned setelah WWII. Namun band besar dari orang-orang seperti Duke Ellington, Woody Herman, Count Basie dan lain-lain upheld tradisi di tahun 1970-an dan seterusnya. Selain itu jazz kelompok kecil, terdiri dari kedua mantan band besar era soloists musisi muda baru dan sama-sama, ada lanjutan untuk memanfaatkan paralel distinctions banyak dari bahasa yang mereka bermain di ayunan dan rekaman sejak jatuhnya band yang besar. Demikian pula yang besar, pop jazz dan vocalists dari tahun 1950-an dan 1960-an yang digunakan oleh aturan dan instrumentasi arrangers dan musisi yang berkaitan dengan sebelumnya, dan pemahaman, maka kata-kata dari Big Band era.

Bahasa ayun masih hari ini diucapkan oleh sejumlah berbakat sekarang ini modern dan musisi jazz band ayunan. Pertengahan tahun 1990-an memperbaharuinya dalam ayunan musik adalah fueled by a swing dance kebangkitan dari Lindy-hop jitterbug swing dan tarian. Hari ini sukses dan sesi band-pemimpin yang acquiesce untuk merekam dan memutar musik jazz yang swings melakukannya dengan pengetahuan yang menarik perhatian adalah penggemar baru jazz agak mirip dengan rasa yang memuaskan dari ayunan penari; besar bermain lebih mudah untuk memahami dan berhubungan dengan ketika mengalir seperti itu didukung oleh halus, stabil, dan lancar yang rhythms, banyak seperti yang populer di pertengahan 1930an.

SEJARAH MUSIK JAZZ DI INDONESIA

Musik jazz masuk Indonesia pertama kali pada tahun 30an. Yang dibawa oleh musisi-musisi dari Filipina yang mencari pekerjaan di Jakarta dengan bermain musik. Bukan hanya mentransfer jazz saja, mereka juga memperkenalkan instrumen angin, seperti trumpet, saksofon, kepada penikmat musik Jakarta. Mereka memainkan jazz ritme Latin, seperti boleros, rhumba, samba dan lainnya.

Nama-nama musisi yang masih diingat adalah Soleano, Garcia, Pablo, Baial, Torio, Barnarto dan Samboyan. Selain bermain di Jakarta, seperti di Hotel Des Indes (sekarang Duta Merlin Plaza) dan Hotel Der Nederlander (jadi kantor pemerintahan), mereka juga bermain di kota lain, seperti di Hotel Savoy Homann – Bandung dan di Hotel Oranje (Yamato) – Surabaya.

Pada tahun 1948, sekitar 60 musisi Belanda datang ke Indonesia untuk membentuk orkestra simfoni yang berisi musisi lokal. Salah satu musisi Belanda yang terkenal adalah Jose Cleber. Studio Orkestra Jakarta milik Cleber mengakomodasi permainan musik California. Band-band baru bermunculan seperti The Progressive Trio, Iskandar’s Sextet dan Octet yang memainkan jazz dan The Old Timers yang memainkan repertoir Dixieland.

Pada tahun 1955, Bill Saragih membentuk kelompok Jazz Riders. Ia memainkan piano, vibes dan flute. Anggota lainnya adalah Didi Chia (piano), Paul Hutabarat (vokal), Herman Tobing (bass) dan Yuse (drum). Edisi selanjutnya beranggotakan Hanny Joseph (drum), Sutrisno (saksofon tenor), Thys Lopis (bass) dan Bob Tutupoly (vokal).

Band jazz yang terkenal tahun 1945 – 1950 di Surabaya beranggotakan Jack Lemmers (dikenal sebagai Jack Lesmana, ayah Indra Lesmana) pada bass/gitar, Bubi Chen (piano), Teddy Chen, Jopy Chen (bass), Maryono (saksofon), Berges (piano), Oei Boen Leng (gitar), Didi Pattirane (gitar), Mario Diaz (drum) dan Benny Hainem (clarinet).

Nama-nama musisi jazz di Bandung tahun 50 – 60an adalah Eddy Karamoy (gitar), Joop Talahahu (saksofon tenor), Leo Massenggani, Benny Pablo, Dolf (saksofon), John Lepel (bass), Iskandar (gitar dan piano) dan Sadikin Zuchra (gitar dan piano).

Musisi-musisi muda di Jakarta bermunculan tahun 70 – 80an. Di antaranya Ireng Maulana (gitar), Perry Pattiselano (bass), Embong Raharjo (saksofon), Luluk Purwanto (biola), Oele Pattiselano (gitar), Jackie Pattiselano (drum), Benny Likumahuwa (trombon dan bass), Bambang Nugroho (piano), Elfa Secioria (piano). Beberapa musisi muda lainnya mempelajari rock dan fusion, tapi masih dalam kerangka jazz. Mereka adalah Yopie Item (gitar), Karim Suweileh (drum), Wimpy Tanasale (bass), Abadi Soesman (keyboard), Candra Darusman (keyboard), Joko WH (gitar) dan lainnya.

Pertengahan tahun 80an, nama Fariz RM muncul. Ia lebih mengkategorikan musiknya sebagai new age. Namun, beberapa komposisinya bernafaskan pop jazz, bahkan latin. Indra Lesmana, Donny Suhendra, Pra B. Dharma, Dwiki Darmawan, Gilang Ramadan membentuk Krakatau, dan akhirnya kelompok ini bertransformasi menjadi Java Jazz, dengan mengganti beberapa personil.

Tahun 90an hingga sekarang, banyak sekali musisi dan kelompok jazz yang terbentuk. Musik jazz yang dibawakan tidak lagi mainstream, namun hasil distilasi berbagai musik seperti fusion, acid, pop, rock dan lainnya. Sebut saja SimakDialog, Dewa Budjana, Balawan dan Batuan Ethnic Fusion, Bali Lounge, Andien, Syaharani, Tompi, Bertha, Maliq & D’essentials dan masih banyak lagi lainnya.

Musisi jazz biasanya banyak bermunculan di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali. Hal ini disebabkan arus musik jazz lebih banyak mengalir di sana lewat pertunjukan jazz (JakJazz, Java Jazz Festival, Bali Jazz Festival), sekolah musik jazz, studio rekaman dan kafe yang menampilkan jazz. Seorang yang juga berjasa “mengalirkan” arus jazz ke Indonesia adalah Peter F. Gontha, seorang pemilik JAMZ dan pendiri pemrakarsa Java Jazz Festival. (AL/Angga, Berbagai sumber dan analisa

Sumber Sumber Sumber

Tags : Sejarah Musik Jazz History of Jazz Music Jazz Musik Sejarah Jazz Jazz Musik Sejarah Jazz Indonesia Indonesia Jazz



Baca Selengkapnya..

Sunday, January 27, 2013

SEJARAH DESAIN GRAFIS DIDUNIA DAN DI INDONESIA


Sejarah awal

Di era sekarang ini design grafis sudah sangat popular dan bahkan hampir setiapkegiatan kita berhubungan dengan design grafis. Banyak tercipta para designer-designer grafis muda yang professional, karena pada dasarnya kunci utama design grafis adalah mempunyai banyak ide. Tapi tahukah anda sejarah awal mula design grafis? Dan tentunya kita perlu mempelajari perkembangan dan sejarah design grafis. Untuk itu pada kesempatan kali ini, awalmula.com akan mengutip sedikit perjalanan atau perkembangan dan sejarah design grafis dari tahun ke tahun hingga sampai saat ini, untuk menambah wawasan kita terutama dalam dunia design grafis.Seperti yang kita ketahui, kunci utama dalam design grafis adalah mempunyai banyak ide dan mampu menguasai beberapa software-software design grafis seperti desktop publishing, webdesign, audiovisual dan rendering 3 Dimensi.

Pelacakan perjalanan sejarah desain grafis dapat ditelusuri dari jejak peninggalan manusia dalam bentuk lambang-lambang grafis (sign & simbol) yang berwujud gambar (pictograf) atau tulisan (ideograf). Gambar mendahului tulisan karena gambar dianggap lebih bersifat langsung dan ekspresif, dengan dasar acuan alam (flora, fauna,landscape dan lain-lain). Tulisan/ aksara merupakan hasil konversi gambar, bentuk dan tata aturan komunikasinya lebih kompleks dibandingkan gambar. Belum ada yang tahu pasti sejak kapan manusia memulai menggunakan gambar sebagai media komunikasi. Manusia primitif sudah menggunakan coretan gambar di dinding gua untuk kegiatan berburu binatang. Contohnya seperti yang ditemukan di dinding gua Lascaux, Perancis.

Lambang/ aksara sebagai alat komunikasi diawali oleh bangsa Punesia (+ 1000 tahun SM), yang saat itu menggunakan bentuk 22 huruf. Kemudian disempurnakan oleh bangsa Yunani (+ 400 tahun SM) antara lain dengan mengubah 5 huruf menjadi huruf hidup. Kejayaan kerajaan Romawi di abad pertama yang berhasil menaklukkan Yunani, membawa peradaban baru dalam sejarah Barat dengan diadaptasikannya kesusasteraan, kesenian, agama, serta alfabet Latin yang dibawa dari Yunani. Pada awalnya bangsa Romawi menetapkan alfabet dari Yunani tersebut menjadi 21 huruf : A, B, C, D, E, F, G, H, I, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, V, dan X, kemudian huruf Y dan Z ditambahkan dalam alfabet Latin untuk mengakomodasi kata yang berasal dari bahasa Yunani. Tiga huruf tambahan J, U dan W dimasukkan pada abad pertengahan sehingga jumlah keseluruhan alfabet Latin menjadi 26.

Ketika perguruan tinggi pertama kali berdiri di Eropa pada awal milenium kedua, buku menjadi sebuah tuntutan kebutuhan yang sangat tinggi. Teknologi cetak belum ditemukan pada masa itu, sehingga sebuah buku harus disalin dengan tangan. Konon untuk penyalinan sebuah buku dapat memakan waktu berbulan-bulan. Guna memenuhi tuntutan kebutuhan penyalinan berbagai buku yang semakin meningkat serta untuk mempercepat kerja para penyalin (scribes), maka lahirlah huruf Blackletter Script, berupa huruf kecil yang dibuat dengan bentuk tipis-tebal dan ramping. Efisiensi dapat terpenuhi lewat bentuk huruf ini karena ketipis-tebalannya dapat mempercepat kerja penulisan. Disamping itu, dengan keuntungan bentuk yang indah dan ramping, huruf-huruf tersebut dapat dituliskan dalam jumlah yang lebih banyak diatas satu halaman buku.

Black Letter Script dan

A.2 Era Cetak

Desain grafis berkembang pesat seiring dengan perkembangan sejarah peradaban manusia saat ditemukan tulisan dan mesin cetak. Pada tahun 1447, Johannes Gutenberg (1398-1468) menemukan teknologi mesin cetak yang bisa digerakkan dengan model tekanan menyerupai disain yang digunakan di Rhineland, Jerman, untuk menghasilkan anggur. Ini adalah suatu pengembangan revolusioner yang memungkinkan produksi buku secara massal dengan biaya rendah, yang menjadi bagian dari ledakan informasi pada masa kebangkitan kembali Eropa.
Tahun 1450 Guterberg bekerjasama dengan pedagang dan pemodal Johannes Fust, dibantu oleh Peter Schoffer ia mencetak “Latin Bible” atau disebut “Guterberg Bible”, “Mararin Bible” atau “42 line Bible” yang diselesaikanya pada tahun 1456. Temuan Gutenberg tersebut telah mendukung perkembangan seni ilustrasi di Jerman terutama untuk hiasan buku. Pada masa itu juga berkembang corak huruf (tipografi). Ilustrasi pada masa itu cenderung realis dan tidak banyak icon. Seniman besarnya antara lain Lucas Cranach dengan karyanya “Where of Babilon”.

Johannes Gutenberg (1398-1468)

Pada perkembangan berikutnya, Aloys Senefelder (1771-1834) menemukan teknik cetak Lithografi. Berbeda dengan mesin cetak Guterberg yang memanfaatkan tehnik cetak tinggi, teknik cetak lithografi menggunakan tehnik cetak datar yang memanfaatkan prinsip saling tolak antara air dengan minyak. Nama lithografi tersebut dari master cetak yang menggunakan media batu litho. Tehnik ini memungkinkan untuk melakukan penggambaran secara lebih leluasa dalam bentuk blok-blok serta ukuran besar, juga memungkinkan dilakukannya pemisahan warna. Sehingga masa ini mendukung pesatnya perkembangan seni poster. Masa keemasan ini disebu-sebut sebagai “The Golden Age of The Poster”.
Tokoh-tokoh seni poster tehnik lithogafi (1836-1893) antara lain Jules Cheret dengan karya besarnya “Eldorado: Penari Riang” (1898), “La Loie Fuller: Penari Fuller” (1897), “Quinquina Dubonnet” (1896), “Enu des Sirenes” (1899). Tokoh-tokoh lainya antara lain Henri de Toulouse Lautrec dan Eugene Grasset.
A.3 Perkembangan Lebih Lanjut

Berikut ini merupakan peristiwa-peristiwa penting di dunia yang berperan dalam sejarah perkembangan desain grafis.

1851, The Great Exhibition

Diselenggarakan di taman Hyde London antara bulan Mei hingga Oktober 1851, pada saat Revolusi industri. Pameran besar ini menonjolkan budaya dan industri serta merayakan teknologi industri dan disain. Pameran digelar dalam bangunan berupa struktur besi-tuang dan kaca, sering disebut juga dengan Istana Kristal yang dirancang oleh Joseph Paxton.

Ilustrasi Crystal Palace

Buku optik dari Great Exhibition

1892, Aristide Bruant, Toulouse-Lautrec

Pelukis post-Impressionist dan ilustrator art nouveau Prancis, Henri Toulouse-Lautrec melukiskan banyak sisi Paris pada abad ke sembilan belas dalam poster dan lukisan yang menyatakan sebuah simpati terhadap ras manusia. Walaupun lithography ditemukan di Austria oleh Alois Senefelder pada tahun 1796, Toulouse-Lautrec membantu tercapainya peleburan industri dan seni.

Poster Aristide Bruant

1910, Modernisme

Modernisme terbentuk oleh urbanisasi dan industrialisasi dari masyarakat Barat. Sebuah dogma yang menjadi nafas desain modern adalah “Form follow Function” yang di lontarkan oleh Louis Sullivan.Symbol terkuat dari kejayan modernisme adalah mesin yang juga diartikan sebagai masa depan bagi para pengikutnya. Desain tanpa dekorasi lebih cocok dengan “bahasa mesin”, sehingga karya-karya tradisi yang bersifat ornamental dan dekoratif dianggap tidak sesuai dengan “estetika mesin”.

1916, Dadaisme

Suatu pergerakan seni dan kesusasteraan (1916-1923) yang dikembangkan mengikuti masa Perang Dunia Pertama dan mencari untuk menemukan suatu kenyataan asli hingga penghapusan kultur tradisional dan bentuk estetik. Dadaisme membawa gagasan baru, arah dan bahan, tetapi dengan sedikit keseragaman. Prinsipnya adalah ketidakrasionalan yang disengaja, sifat yang sinis dan anarki, dan penolakan terhadap hukum keindahan.

1916, De Stijl

Gaya yang berasal dari Belanda, De Stijl adalah suatu seni dan pergerakan disain yang dikembangkan sebuah majalah dari nama yang sama ditemukan oleh Theo Van Doesburg. De Stijl menggunakan bentuk segi-empat kuat, menggunakan warna-warna dasar dan menggunakan komposisi asimetris. Gambar dibawah adalah Red and Blue Chair yang dirancang oleh Gerrit Rietveld.

The Red and Blue Chair

1918, Constructivism

Suatu pergerakan seni modern yang dimulai di Moscow pada tahun 1920, yang ditandai oleh penggunaan metoda industri untuk menciptakan object geometris. Constructivism Rusia berpengaruh pada pandangan moderen melalui penggunaan huruf sans-serif berwarna merah dan hitam diatur dalam blok asimetris.

Model dari Menara Tatlin, suatu monumen untuk Komunis Internasional.

1919, Bauhaus

Bauhaus dibuka pada tahun 1919 di bawah arahan arsitek terkenal Walter Gropius. Sampai akhirnya harus ditutup pada tahun 1933, Bauhaus memulai suatu pendekatan segar untuk mendisain mengikuti Perang Duni Pertama, dengan suatu gaya yang dipusatkan pada fungsi bukannya hiasan.

Gedung Bauhaus

1928-1930, Gill Sans

Tipograper Eric Gill belajar pada Edward Johnston dan memperhalus tipe huruf Underground ke dalam Gill Sans. Gill Sans adalah sebuah jenis huruf sans serif dengan proporsi klasik dan karakteristik geometris lemah gemulai yang memberinya suatu kemampuan beraneka ragam (great versatility).

Foto Eric Gill

1931, Harry Beck

Perancang grafis Harry Back ( 1903-1974) menciptakan peta bawah tanah London (London Underground Map) pada tahun 1931. Sebuah pekerjaan abstrak yang mengandung sedikit hubungan ke skala fisik. Beck memusatkan pada kebutuhan pengguna dari bagaimana cara sampai dari satu stasiun ke stasiun yang lain dan di mana harus berganti kereta.

Harry Beck dan Peta bawah tanahnya

1950s, International Style

International atau Swiss style didasarkan pada prinsip revolusioner tahun 1920an seperti De Stijl, Bauhaus dan Neue Typography, dan itu menjadi resmi pada tahun 1950an. Grid, prinsip matematika, sedikit dekorasi dan jenis huruf sans serif menjadi aturan sebagaimana tipografi ditingkatkan untuk lebih menunjukkan fungsi universal daripada ungkapan pribadi.

Sampul buku dari Taschen

1951, Helvetica

Diciptakan oleh Max Miedinger seorang perancang dari Swiss, Helvetica adalah salah satu tipe huruf yang paling populer dan terkenal di dunia. Berpenampilan bersih, tanpa garis-garis tak masuk akal berdasarkan pada huruf Akzidenz-Grotesk. Pada awalnya disebut Hass Grostesk, nama tersebut diubah menjadi Helvetica pada tahun 1960. Helvetica keluarga mempunyai 34 model ketebalan dan Neue Helvetica mempunyai 51 model.

Sampul buku Helvetica

1960s, Psychedelia and Pop Art

Kultur yang populer pada tahun 1960an seperti musik, seni, disain dan literatur menjadi lebih mudah diakses dan merefleksikan kehidupan sehari-hari. Dengan sengaja dan jelas, Pop Art berkembang sebagai sebuah reaksi perlawanan terhadap seni abstrak. Gambar dibawah adalah sebuah poster karya Milton Glaser yang menonjolkan gaya siluet Marcel Duchamp dikombinasikan dengan kaligrafi melingkar. Di cetak lebih dari 6 juta eksemplar.

Poster karya Milton Glaser

1984, Émigré

Majalah disain grafis Amerika, Émigré adalah publikasi pertama untuk menggunakan komputer Macintosh, dan mempengaruhi perancang grafis untuk beralih ke desktop publishing ( DTP). Majalah ini juga bertindak sebagai suatu forum untuk eksperimen tipografi.

Sampul Majalah Émigré

Sejarah Desain Grafis Indonesia: 1970-sekarang

Suatu hari pada pertengahan 1975, seusai acara wisuda di aula STSRI “ASRI” di jalan Gampingan, Yogyakarta, saya berada dalam perjalanan ke rumah makan Ayam Goreng Kalasan “Suharti” membonceng sepeda motor Honda yang dikemudikan oleh Fadjar Sidik (1930-2004), Ketua Jurusan Seni Lukis waktu itu (yang oleh seniman-seniman Yogyakarta dianggap sebagai Bapak Seni Lukis Modern Indonesia). [1] “Kamu mesti ke Jakarta, Han” katanya, “Kalau sudah menguasai Jakarta, yang lainnya lebih mudah”. Rupanya begitulah citra umum mengenai Jakarta tahun 1970an, diakibatkan oleh politik Orde Baru yang serba sentralistik, yang mengubah wajah Jakarta bagai magnet bagi angkatan kerja, termasuk calon desainer grafis. Di bawah pemerintahan Soeharto, kondisi politik yang dengan berbagai cara diupayakan stabil itu telah berakibat pada derasnya investasi asing yang masuk, menjadi bahan bakar bagi pembangunan infrastruktur di segala sektor, terutama di kota Jakarta.

Terlepas dari sepiring nasi hangat dengan ayam goreng lezat yang kami nikmati sesudahnya, acara wisudanya sendiri berjalan sangat singkat, serba dingin dan kaku, dan menegangkan. Bayangkan, mungkin baru kali itu pernah terjadi dalam sejarah pendidikan di Indonesia, bahkan di dunia, bahwa sebuah acara wisuda perguruan tinggi (kecuali mungkin di AKABRI) dipimpin oleh seorang petinggi militer, sementara semua pintu masuk ke kampus dijaga ketat oleh tentara, dan hanya yang berkepentingan atau yang tidak termasuk di dalam daftar hitam yang diijinkan masuk.

Peristiwa tersebut di atas saya alami ketika dunia seni rupa Indonesia, terutama di STSRI “ASRI”, dan juga FSRD ITB, baru saja diguncang oleh peristiwa yang disebut Desember Hitam, yang pecah di ujung tahun 1974, adalah sebuah gerakan perlawanan para seniman muda yang diawali dengan protes terhadap pemberian penghargaan pemerintah kepada lima pelukis, yang karyanya dikritisi sebagai bercorak ragam sama (seragam) yaitu dekoratif, dan lebih mengabdi kepada kepentingan ‘konsumtif’.

Gerakan Seni Rupa Baru (1975)

Peristiwa Desember Hitam itu adalah cikal bakal terbentuknya Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) pada tahun 1975 yang kelak menghantarkan dunia seni rupa Indonesia ke pemahaman baru mengenai estetika, pengungkapan nilai dan fungsi seni. Bagi GSRB, kesenian tidak harus dikategorikan menurut jenjang, ada kesenian kelas wahid dan ada kesenian kelas kambing. GSRB menolak batasan antara seni murni dan seni terap, dan semua fenomena kesenian termasuk desain pun dianggap sederajat. Sepanjang perjalanannya (1975-1979, 1987), eksponen GSRB yang juga desainer grafis tercatat antara lain FX Harsono, Syahrinur Prinka (1947-2004), Wagiono Sunarto, Priyanto Sunarto, Gendut Riyanto (1955-2003), Harris Purnama dan Oentarto.

Pameran desain grafis pertama di Indonesia

Spirit untuk tidak lagi mempercayai penjenjangan antara seni murni dan seni terap menghantar tiga desainer grafis mengabarkan eksistensinya melalui sebuah pameran desain grafis di Pusat Kebudayaan Belanda “Erasmus Huis” pada tanggal 16-24 Juni 1980, sebuah riak kecil yang mengusung misi utama memperkenalkan profesi desainer grafis ke publik yang lebih luas. Pameran bertajuk “Pameran Rancangan Grafis Hanny, Gauri, Didit” ini kelak tercatat sebagai pameran desain grafis pertama di Indonesia yang diadakan oleh desainer grafis Indonesia. [2]

Organisasi desainer grafis pertama di Indonesia

Pameran itu juga menjadi ajang berkumpulnya desainer-desainer grafis masa itu yang sedang menggalang pertemuan-pertemuan intensif di jalan Padalarang 1-A, Jakarta – kantor majalah “Visi” (d/h “Maskulin”) dan “Sport Otak” – untuk mempersiapkan dibentuknya sebuah organisasi yang mewadahi desainer grafis Indonesia. Organisasi ini kemudian diresmikan pada tanggal 24 September 1980 dengan nama IPGI (Ikatan Perancang Grafis Indonesia) bersamaan dengan penyelenggaraan sebuah pameran besar bertajuk “Grafis ‘80” di Wisma Seni Mitra Budaya, Jalan Tanjung 34, Jakarta. Inilah upaya terbesar desainer grafis angkatan ‘70 untuk menyatakan eksistensinya, agar masyarakat apresiatif terhadap bidang ini. “Pameran itu seolah menyadarkan kita, bahwa seni tak hanya yang bisa kita tonton dalam pertunjukan formal saja, tapi juga pada yang melekat dalam kehidupan sehari-hari kita”. [3]

Studio-studio desain grafis pertama di Indonesia

Sepanjang tahun 1970 dan seterusnya mulai bertumbuh perusahaan-perusahaan desain grafis yang sepenuhnya dipimpin oleh desainer grafis. Berbeda dengan biro iklan, perusahaan-perusahaan ini mengkhususkan diri pada desain non-iklan, semuanya berada di Jakarta: Vision (Karnadi Mardio), Grapik Grapos Indonesia (Wagiono Sunarto, Priyanto Sunarto, S Prinka), Citra Indonesia (Tjahjono Abdi, Hanny Kardinata) dan GUA Graphic (Gauri Nasution). Dan pada dekade berikutnya, di Jakarta muncul antara lain Gugus Grafis (FX Harsono, Gendut Riyanto), Polygon (Ade Rastiardi, Agoes Joesoef), Adwitya Alembana (Iwan Ramelan, Djodjo Gozali), Headline (Sita Subijakto), BD+A (Irvan Noe’man), dan di Bandung: Zee Studio (Iman Sujudi, Donny Rachmansjah), MD Grafik (Markoes Djajadiningrat), Studio “OK!” (Indarsjah Tirtawidjaja) dan lain-lain.

Setiap studio membawa serta kekhasannya masing-masing sebagai akibat dari ‘ideologi’ desainernya. Misi keIndonesiaan menuntun cara kerja Citra Indonesia dalam mengolah karya-karya desainnya. Di dalam Citra Indonesia ada seorang tokoh budaya, SJH Damais, yang menjadi ‘kamus berjalan’ bagi pendekatan-pendekatan yang ingin diterapkan. Sementara Gugus Grafis berupaya setia dengan ideologi GSRB-nya walau tidak seluruh nilai dan praksis seni rupa kontemporer bisa diterapkan pada semua kesempatan yang didapat. Pada tahun 1973 ada Decenta (Design Centre Association) di Bandung, yang terlibat AD Pirous, G Sidharta, Adrian Palar, Sunaryo, T Sutanto, Priyanto Sunarto. Saat itu ada pertentangan antara pandangan bahwa seni itu universal dengan pandangan seni yang digali dari bumi sendiri. Decenta menjadi tempat menggali khasanah Indonesia yang diterapkan dalam seni (grafis, lukis, patung) dan desain (pameran, elemen estetis, furnitur, curtain, greeting card, sampul buku). Pendekatannya formal atau total, formal melalui olahan artefak budaya, dan total melalui penghayatan terhadap spirit yang hidup dalam masyarakat tradisi. Meski bukan studio desain grafis, Decenta sudah melayani pekerjaan-pekerjaan desain grafis (walau masih sedikit).

Pada masa ini, studio mana pun ‘dituntut’ bisa mengerjakan pekerjaan apa pun, klien datang dengan pekerjaan mulai dari desain logo sampai kepada ilustrasi sampul kaset, desainer bak superman atau superwoman. Studio grafis tidak punya pilihan lain supaya bertahan hidup. Ilustrasi menggunakan teknik air brush, dengan gaya hyper-realism dan Pop Art menjadi trend waktu itu, sejalan dengan perkembangan ilustrasi di dunia maju (majalah “Tempo” dan “Zaman” adalah dua penerbitan yang mengakomodasi teknik ini untuk sampulnya). Air brush gun, pensil, kuas, cutter, Cow Gum, Spraymount dan huruf gosok Letraset/Mecanorma adalah alat-alat yang lazim bertengger di meja kerja desainer waktu itu.

Pertumbuhan usaha di bidang desain grafis serentak dengan perkembangan di bidang pendidikannya. Menyusul STSRI “ASRI” di Yogyakarta dan FSRD ITB di Bandung yang sudah ada terlebih dulu, pada tahun 1976 juga dibuka di LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta) dan kemudian di Universitas Trisakti pada tahun 1978.

Pameran IPGI ke-2 digelar pada tanggal 22-31 Agustus 1983 di Galeri Utama TIM, Jakarta dengan tajuk “Grafis ‘83”. Ini adalah untuk pertama kalinya – setelah 15 tahun berdiri – Dewan Kesenian Jakarta dan TIM (Taman Ismail Marzuki) menyelenggarakan sebuah pameran seni terap, yang secara tidak langsung merupakan pengakuan resmi otoritas kesenian atas desain grafis sebagai seni. Sudarmadji, Ketua Dewan Pekerja Harian Dewan Kesenian Jakarta mengungkap bahwa “Kemasan pasta gigi atau sabun, jika isinya sudah diambil dan digunakan, maka kemasan (pembungkusnya) langsung begitu saja dibuang. Poster atau reklame yang terpampang di jalan, begitu tahu isinya, habis perkara. Jarang yang penghayatannya dilanjutkan dari aspek artistik dan estetisnya.” [4]

Selanjutnya bersama JAGDA (Japan Graphic Designer Association), IPGI pernah menyelenggarakan dua pameran besar, yaitu pada 9-15 Februari 1988 di Galeri Ancol, Pasar Seni Ancol, Jakarta yang dilanjutkan di Aula Timur ITB, Jalan Ganesha 10, Bandung, dan pada tahun 1989 berturut-turut di tiga kota: 23-30 Maret di Gedung Pameran Seni Rupa Depdikbud (sekarang Galeri Nasional) di jalan Merdeka Timur 14, Jakarta; 12-20 April di Yayasan Pusat Kebudayaan, jalan Naripan, Bandung dan 26 April-3 Mei di Kampus Institut Seni Indonesia (d/h STSRI “ASRI”) di jalan Gampingan, Yogya.

Selama perjalanannya, desainer yang aktif menggerakkan roda IPGI: Gauri Nasution, Hanny Kardinata (Bendahara), Karnadi Mardio (Wakil Ketua), Priyanto Sunarto, Sadjiroen, Syahrinur Prinka, Tjahjono Abdi, Wagiono Sunarto (Ketua), Yongky Safanayong.

Upaya menyejajarkan desain dengan cabang kesenirupaan yang lain, juga menjadi landasan kurasi “Jakarta Art & Design Expo ‘92” atau “JADEX‘92” yang digelar di Jakarta Design Center tanggal 25-30 September 1992. Untuk pertama kalinya semua cabang seni rupa – seni lukis, seni patung, seni grafis, seni serat, seni keramik, instalasi, desain interior, desain grafis, desain produk, desain tekstil, desain busana, desain aksesori, kria kayu, kria keramik dan kria bambu – ‘dipersatukan’ dalam sebuah pameran besar. “Sejauh ini, pengkajian kemungkinan persentuhan itu – khususnya melalui sebuah pameran – belum dilakukan. Pameran-pameran yang diselenggarakan umumnya berkaitan dengan keutamaan masing-masing cabang seni rupa yang lalu lebih menunjukkan perbedaan. Pameran desain, mengutamakan aspek fungsi dan kaitannya dengan berbagai bidang usaha. Pameran lukisan, patung atau grafis, bila tak menekankan tujuan menjual, terlalu sibuk dengan apresiasi”. [5]

IPGI ganti nama jadi ADGI (Asosiasi Desainer Grafis Indonesia)

Pada tanggal 7 Mei 1994 IPGI menyelenggarakan kongres pertamanya di Jakarta Design Center dimana berlangsung penggantian nama organisasi menjadi ADGI (Asosiasi Desainer Grafis Indonesia). Pada saat itu dilakukan juga serah terima jabatan dari pengurus IPGI ke pengurus ADGI (Ketua: Iwan Ramelan, Sekretaris: Irvan Noe’man), pemilihan President Elect (Gauri Nasution), pengesahan AD/ART dan kode etik serta pengesahan Majelis Desain Grafis. [6]

Seirama dengan pembangunan yang sedang berjalan dengan pesat pada periode 90an, profesi desainer grafis pun semakin dikenal, demand masyarakat juga meningkat, dan didorong oleh faktor teknologi yang semakin canggih dan memudahkan (komputerisasi terjadi di masa ini), terjadilah pertumbuhan jumlah perusahaan desain grafis, di antaranya di Jakarta: LeBoYe (Hermawan Tanzil), MakkiMakki (Sakti Makki), Afterhours (Lans Brahmantyo), Avigra (Ardian Elkana), di Yogyakarta: Petakumpet (M Arief Budiman) dan di Bali: Matamera (Arief “Ayip” Budiman). Jenis pekerjaan hampir spesifik: brand/corporate identity, annual report, company profile, marketing brochure, packaging, calendar.

22 Januari 1998: Kurs rupiah menembus 17.000,- per dolar AS.

Setelah berpuluh-puluh tahun terbuai oleh pertumbuhan yang begitu mengagumkan, tahun 1998 ekonomi Indonesia mengalami kontraksi hebat. Krisis dengan cepat merambah ke semua sektor. Puluhan, bahkan ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga konglomerat, bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau nota bene bangkrut. Perusahaan-perusahaan desain grafis pun tidak luput dari hantaman krisis ini, satu per satu ditutup karena sebagian besar klien mereka berasal dari sektor-sektor yang paling terpukul: perbankan, konstruksi dan manufaktur. Hanya studio kecil dengan dua atau tiga orang staf saja yang bisa bertahan karena overhead-nya kecil, studio besar yang mampu bertahan pun dipaksa memangkas drastis jumlah stafnya.

Forum Desainer Grafis Indonesia (FDGI) berdiri

Di tengah kekosongan organisasi yang mewadahi profesi ini, pada awal tahun 2000 Forum Desainer Grafis Indonesia (FDGI) diwacanakan oleh 3 orang desainer yang juga pengajar desain grafis yaitu Hastjarjo B Wibowo, Mendiola Budi Wiryawan dan Arif PSA. FDGI diresmikan bersamaan dengan penyelenggaraan Pameran Poster “Melihat Indonesia Damai” tanggal 6-14 Juni 2003 di Bentara Budaya, Jakarta. Selanjutnya pada rapat kerja FDGI di Cibubur 11 Juli 2003 dihasilkan perubahan nama organisasi menjadi Forum Desain Grafis Indonesia (FDGI) dengan tujuan untuk menjangkau pemangku kepentingan di luar desainer grafis. Pada tanggal 7-11 September 2005 FDGI berhasil mengadakan pameran poster internasional “Light of Hope for Indonesia” di arena FGDexpo 2005.

Transformasi ADGI menjadi Adgi (Indonesia Design Professionals Association)

Pada tanggal 8 September 2005 dalam acara “Gathering and Talk Show-It’s Graphic Designers United!” di arena FGDexpo 2005, Jakarta Convention Center yang diselenggarakan oleh FDGI, diterbitkan Memorandum ADGI kepada Gauri Nasution, Danton Sihombing, Hastjarjo B Wibowo dan Mendiola B Wiryawan untuk mempersiapkan Kongres ADGI dalam waktu 6 bulan. Pada bulan Oktober 2005 para penerima mandat membentuk Tim Revitalisasi ADGI sebanyak 16 orang yang bekerja selama 5 bulan untuk merumuskan platform “Adgi Baru”. Berdasarkan evaluasi terhadap kinerja ADGI pada masa lalu dirumuskanlah branding platform Adgi baru yang hadir dengan deskripsi Indonesia Design Professionals Association. Kata Adgi menjadi nama, bukan lagi akronim (ADGI).

Kongres Nasional Adgi pertama

Pada tanggal 19 April 2006 bertempat di Ballroom Hotel Le Meridien, Jakarta diselenggarakan Kongres Adgi dimana terpilih formasi presidium yang terdiri dari 5 orang yaitu Andi S Boediman, Danton Sihombing, Hastjarjo B Wibowo, Hermawan Tanzil dan Lans Brahmantyo untuk mengemban tugas memimpin Adgi selama periode 1 tahun dengan mengusung tema “Unifying Spirits”. Pada 16-30 Agustus 2006 presidium ini berhasil menyelenggarakan pameran “Petasan Grafis” di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta dengan sub-judul “Pameran Nasionalisme Indonesia dalam Desain Komunikasi Visual”.

Kongres Nasional Adgi kedua

Pada tanggal 19 April 2007 dilaksanakan Kongres Nasional Adgi kedua di gedung Galeri Nasional, Jakarta. Melalui mekanisme pemungutan suara, Danton Sihombing terpilih sebagai Ketua Umum Adgi 2007-2010. Kemudian bersamaan dengan diselenggarakannya FGDexpo 2007 pada 8-12 Agustus 2007 Adgi menggelar pameran poster international “One Globe One Flag”di Jakarta Convention Center.

Dari Adgi kembali ke ADGI

Pada tanggal 9 November 2007 Adgi menyelenggarakan “Adgi Jakarta Chapter-Member Recruitment and Gathering Night 2007 di Forbidden Citi, Jl. Wijaya I No. 55, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pada peristiwa ini disampaikan antara lain perubahan nama asosiasi dari Adgi-Indonesia Design Professionals Association menjadi ADGI (Asosiasi Desainer Grafis Indonesia), kembali ke nama yang disepakati pada Konggres IPGI ke I di Jakarta Design Center tanggal 7 Mei 1994.

Demikianlah gambaran singkat perjalanan IPGI hingga menjadi ADGI, kemudian dari ADGI menjadi Adgi dan akhirnya kembali menjadi ADGI. Sampai uraian ini selesai ditulis, ADGI telah melaksanakan fungsi nasionalnya lewat pemberdayaan chapters di seluruh Indonesia, yang saat ini terdiri dari Adgi-Jakarta-chapter, Surabaya-chapter, Bali-chapter, Yogyakarta-chapter dan Bandung-chapter (dalam pembentukan).

Ajang penghargaan desain grafis pertama berskala nasional di Indonesia

Pada tanggal 4 Juli 2009 diadakan konferensi pers IGDA (Indonesian Graphic Design Award) 2009 di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta yang sekaligus menandai dimulainya ajang penghargaan desain grafis pertama berskala nasional ini. IGDA diselenggarakan agar tercipta suatu standar bagi kualitas desain grafis Indonesia, yang setiap tahunnya dinyatakan kepada publik nasional dan internasional sehingga kelak eksistensi desain grafis Indonesia bisa diperhitungkan dalam lingkup global.

Desain grafis Indonesia di jagat industri dunia

Pertumbuhan selalu berawal dari riak kecil, berhimpun menjadi gelombang, dan gelombang lebih besar lagi yang akhirnya membentuk desain grafis Indonesia seperti sekarang ini. Desainer grafis Indonesia kini bisa dengan bangga menyatakan bahwa desain grafis Indonesia telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Hampir semua sektor membutuhkan sentuhan desainer grafis. Pendidikan desain grafis pun berada di puncak pertumbuhan seperti yang belum pernah dialami sebelumnya. Hingga sekarang sekitar 70an pendidikan tinggi DKV telah dan segera berdiri di Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Salatiga, Solo, Malang, Surabaya, Bali, Makassar dan menyusul di beberapa kota lainnya. [7]

Desain grafis Indonesia kini juga telah memiliki dua media cetak: Concept (2004) dan Versus (2008), serta forum maya DGI (Desain Grafis Indonesia) pada alamat www.desaingrafisindonesia.co.cc (sekarang: DGI-Indonesia.com) yang diluncurkan pada Maret 2007, juga Jurnal Grafisosial (2007) di http://grafisosial.wordpress.com. Situs DGI adalah embrio dari Museum (to be) DGI yang akan dibangun di Chandari, Ciganjur, Jakarta Selatan.

Stabilitas ekonomi yang terjaga paska krisis, telah menumbuhkan jumlah perusahaan desain grafis di berbagai daerah. Di Jakarta saja untuk menyebut beberapa di antaranya: Inkara Design (Danton Sihombing, Ilma Noe’man), DesignLab (Divina Natalia), Whitespace Design (Irvan N Suryanto), Kineto (Djoko Hartanto), Octovate (Bernhard Subiakto), Banana Inc. (Nico A Pranoto), Jerry Aurum Design (Jerry Aurum), Mendiola Design Associates (Mendiola B Wiryawan), Roundbox (Bima Shaw), Nubrain Design (Ato Hertianto), Fresh Creative (Imelda Dewajani), AhmettSalina (Irwan Ahmett), Crayon Design (Melvi Samodro), Halfnot Indesign (Heri Mulyadi), Thinking*Room (Eric Wijaya), Lumiére (Ismiaji Cahyono), Paprieka (Eka Sofyan), Songo (Hastjarjo B Wibowo, Hagung Sihag, Arif PSA), Neuborn (Vera Tarjono) dan masih banyak lagi.

Tidak sedikit pula desainer-desainer muda Indonesia berkarya dan sukses di luar negeri: Henricus Kusbiantoro (Senior Art Director-Landor Associates, San Francisco), Lucia C Dambies (Head Designer-Wharton Bradley Mack, Newcastle), John Kudos (Principal-Studio Kudos, Chelsea), Melissa Sunjaya (Principal-Bluelounge Design, Pasadena), Kalim Winata (Computer-Generated Images Artist-ImageMovers Digital, San Francisco), Yolanda Santosa (Principal-Ferroconcrete, Los Angeles) dan Bambang Widodo (Principal-BWDesign, New Jersey) adalah beberapa di antaranya.

Uraian pendek ini saya tutup dengan mengutip puisi indah M Arief Budiman ketika meluncurkan ADGI Yogyakarta Chapter pada 19 Juni 2008: “Langkah besar itu telah dimulai dengan satu lilin kecil yang menyala kedip-kedip dalam hembus angin malam. Tapi nyala lilin itu menular, terus menular dan memenuhi kota. Merembet menembus batas-batas dan menerangi gelap sebuah negara. Lalu menyeberang laut dan menerangi dunia kecil kita ini.“ [8]

Sumber


Baca Selengkapnya..

7 Prinsip Desain Interior



Berikut ini adalah 7 Prinsip Desain Interior


7 Prinsip Desain Interior
1.Unity and Harmony
Yaitu suatu ruangan dianggap sebagai suatu kesatuan dimana semua elemen yang ada saling melengkapi dan berkesinambungan satu dengan yang lainnya sehingga menghasislkan komposisi yang seimbang.
2.Keseimbangan (Balance)
 Sesuai dengan judulnya, Keseimbangan berarti tidak “berat” sebelah. Tidak terlalu condong ke sisi sebelah kanan atau kiri atau atas dsb. Aksen pun harus memiliki keseimbangan dengan lingkungan sekitarnya.
Style keseimbangan terbagi 3 yaitu: simetris, asimetris, dan radial
Keseimbangan Simetris:
Keseimbangan simetris terjadi apabila berat visual dari elemen-elemen desain terbagi secara merata baik dari segi horizontal maupun vertikal. Gaya ini mengandalkan keseimbangan berupa dua elemen yang mirip dari dua sisi yang berbeda. Kondisi pada keseimbangan simetris adalah gaya umum yang sering digunakan untuk mencapai suatu keseimbangan dalam desain. Meskipun mudah untuk diterapkan, keseimbangan simetris sulit untuk membangkitkan emosi dari pembaca visual karena terkesan “terlalu direncanakan”. Kesimbangan simetris juga biasa disebut dengan keseimbangan formal.

symmetrical room
Keseimbangan Asimetris:
Keseimbangan asimetris terjadi ketika berat visual dari elemen desain tidak merata di poros tengah halaman. Gaya ini mengandalkan permainan visual seperti skala, kontras, warna untuk mencapai keseimbangan dengan tidak beraturan. Seringkali kita melihat sebuah desain dengan gambar yang begitu besar diimbangi dengan teks yang kecil namun terlihat seimbang karena permainan kontras, warna, dsb. Keseimbangan asimetris lebih mungkin untuk menggugah emosi pembaca visual karena ketegangan visual dan yang dihasilkannya. Ketegangan asimetris juga biasa disebut dengan keseimbangan informal.

Asymmetry Room
Keseimbangan Radial:
Adalah ketika semua element desain tersusun dan berpusat di tengah. Misalnya: Tangga berbentuk spiral. 

3. Focal Point
Focal Point disini maksudnya adalah aksen yang menjadi daya tarik ruangan. Bisa satu atau lebih, tapi jangan semua. Misalnya Focal Point pada ruangan adalah jendela besar yang ada di ruangan, perapian atau bisa juga lukisan.
4. Ritme
Dalam desain interior, ritme adalah semua pola pengulangan tentang visual. Ritme didefinisikan sebagai kontinuitas atau pergerakan terorganisir. Bingung? Mungkin gambar-gambar di bawah dapat membantu :)
Perhatikan, efek visual yang diberikan wallpaper memberikan nuansa yang berbeda.

contoh ritme pada bookshelves


5. Details
Yang namanya detail disini kalau dijabarkan bisa panjang banget. Mulai dari pemilihan sakelar, tata cahaya, letak pot bunga dlsb. Detail biasanya  tidak jelas tetapi mereka harus benar sehingga meningkatkan nuansa keseluruhan ruangan.
6. Skala dan Proporsi
Kedua prinsip desain yang berjalan beriringan, karena keduanya berhubungan dengan ukuran dan bentuk. Sebenarnya masih berhubungan dengan konsep keseimbangan dan aksen yang telah dipaparkan sebelumnya saya rasa, namun kali ini lebih kepada ukuran. Misalnya ukuran kursi tamu dan meja tamu yang seimbang. Apabila mejanya terlalu tinggi, maka pengguna kursi akan merasa tidak terlalu nyaman dengan desain meja tersebut. Kira-kira seperti itulah….
7. Warna
Yang ini sih ga usah diragukan lagi memegang peranan penting dalam menghasilkan nuansa dan mood suatu ruangan.
yellow roomblack whitegreen roomcolorful bright roomtosca roompink room




Baca Selengkapnya..

Sejarah dan Tokoh-Tokoh Desain Interior Modern


Berbicara masalah desain khususnya interior tentu tidak telepas dari keberadaan ruang arsitektural sebagai satu dari kebutuhan manusia dalam kehidupannya sebagai makhluk individu maupun sosial.



Desain interior merupakan suatu keilmuan yang membahas hubungan manusia dengan ruang arsitektural dan seluruh elemen pendukungnya. Desain interior bertujuan untuk membuat manusia sebagai pemakai ruang dapat beraktifitas dalam ruangan tersebut dengan efektif dan merasa nyaman pada ruangan tersebut (Dodsworth, 2009: 8). Ruang entah itu berupa berwujud maupun tidak berwujud merupakan kebutuhan manusia yang mendasar dalam konteks hidup. Ruang merupakan substansi materi, seperti batu dan kayu. Walaupun demikian, ruang pada umumnya tidak berbentuk dan terdispersi. Ruang universil tidak mempunyai definisi. Pada saat suatu unsur diletakkan pada suatu bidang, barulah hubungan visualnya terbentuk. Ketika unsur-unsur lain mulai diletakkan pada bidang tersebut, terjadilah hubungan majemuk antara ruang dan unsur-unsur tersebut maupun antara unsur yang satu dengan unsur lainnya (Ching; 1996, 10). Pernyataan Ching seakan memperkuat pernyataan dari Dosworth tentang hubungan antara desain interior dan ruang. Ruang yang sebelumnya oleh Ching dijelaskan tidak berbentuk dan terdispersi, diberikan pemaknaan atau nilai oleh keilmuan desain interior sesuai dengan yang dijelaskan oleh Dodsworth.

John Pile (2001) menyatakan bahwa dalam dunia modern, sebagian besar pengalaman hidup manusia (human life experiences) di”pentaskan” dalam ruang interior. Manusia mungkin sangat mencintai perasaan berada-di-ruang -luar (out-of-doors) yaitu kesenangan terhadap ruang terbuka dan beratapkan langit, kebebasan dari kehidupan di balik “pagar” (rumah, bangunan, arsitektur; penanda teritori), tetapi kesenangan berada di luar “pagar” tersebut merefleksikan sebuah realitas bahwa begitu banyak kehidupan yang dihabiskan di dalam ruang. Bangunan dan interior-nya dirancang (planned) untuk mengakomodasi tujuan dan gaya dari trend ketika bangunan tersebut mulai dibangun; dan bangunan juga mempengaruhi aktivitas dan kehidupan manusia sepanjang mereka menggunakan ruang tersebut. Keilmuan desain interior, perkembangan dan perubahannya melalui untaian sejarah adalah cara yang berguna untuk mengeksplorasi masa lalu dan untuk melogikakan ruang dimana kehidupan modern itu hidup. Desainer profesional diharapkan untuk mempelajari sejarah desain interior, untuk mengetahui praktek masa lalu dalam istilah “gaya (styles)” dan ntuk mengetahui tokoh dan ruang lingkup kontribusi tokoh tersebut yang merumuskan sesuatu yang menarik dan berpengaruh terhadap keilmuan desain khususnya desain interior selanjutnya.

Pile selanjutnya memaparkan beberapa tokoh dalam konteks sejarah desain interior yang mempengaruhi keilmuan desain interior tersebut selanjutnya baik sebagai sebuah praktek profesional maupun epistemologi-nya. Pile membatasi sejarah desain interior dengan memfokuskan pada era modern (setelah revolusi industri) dan tokoh-tokoh dibalik lahirnya gaya-gaya tersebut. Tokoh-tokoh yang menurut Pile yang berperan penting adalah:



1. Charles Rennie Mackintosh (1868-1928)
Hill House, Hellenburgh, Durbartonshire, Scotland, 1902-1903; image source: www.architectureweek.com
Di kota Glasgow, Skotlandia, sebuah karya yang dihubungkan dengan gerakan Art Nouveau dikerjakan dalam waktu singkat oleh beberapa desainer yang dipimpin oleh Charles Rennie Mackintosh. Karya Mackintosh berbasis pada seni dan Kriya (arts and crafts), namun bergerak lebih jauh menuju suatu gerakan pembebasan yang sdisebut gerakan Art Nouveau dan berpengaruh cukup besar di antara desainer daratan eropa (continental designer), terutama yang bermarkas di Vienna. Untuk klien privat dan flat pribadinya di Glasgow, Mackintosh mengembangkan desain furniture yang simple, bentuk geometris, namun menerapkan proporsi yang berlebihan, sandaran punggung kursi yang sangat tinggi, dan finishing hitam dan putih dengan aksen detail dekorasi berwarna ungu, perak atau emas.
Elemen ornamen yang dicat berwarna kadangkala ditambahkan oleh istri dari Mackintosh, Margaret Macdonald (1865-1933), dengan saudara perempuannyaFrances Macdonald (1874-1921) merupakan partisipan aktif dari gerakan art and craft dan gerakan yang berhubungan dengan desain yang berpusat di Glasgow pada tahun 1890-an. Faktanya gerakan art and craft, meskipun tujuannya untuk mereformasi desain victoria (victorian design) dan selera masyarakat (taste) pada masa itu, namun gerakan tersebut hanya berhasil mempengaruhi segelintir orang mengingat biaya produksinya yang sangat tinggi. Bagaimanapun juga, penolakannya terhadap ornamentasi produksi-massa yang tidak bermakna, dengan menekankan pada kejujuran dalam ekpresi desain terhadap realitas dari fungsi, material dan teknik, berpikir ke depan, meskipun dengan cara yang radikal juga kontroversial. Hal tersebut yang menghubungkannya dengan gerakan Art Nouveau, suatu gerakan penolakan total terhadap kesejarahan (historicism); yang membuatnya menjadi titik awal dari semua kajian terhadap modernisme dalam desain (interior).
2. Antoni Gaudi (1852-1926)
Casa Batlló, Barcelona, 1904-06. Image Source: www.architectureweek.com
Di Barcelona-Spanyol, meskipun banyak variasi karya dari gaya Art Nouveau, figur yang dominan adalah Antoni Gaudi,  tokoh pelopor dari “perbendaharaan bahasa visual” stiliasi bunga (vocabulary of flowing curves ) dalam interior dengan karakter yang kuat, teknik tinggi; dan detail yang sangat dekoratif.
Pada kisaran tahun 1904-1906 ia merekonstruksi sebuah bangunan tua “Casa Batllo“, termsuk di dalamnya fasad baru dari keseluruhan kompleks bangunan, bentuk menyerupai tulang (bone-like form), dengan garis atap yang fantastik,dan untuk beberapa apartemen, sebah interior yang mencengangkan. Pintu berpanel dihiasi dengan kaca kecil dengan bentk yang tidak beraturan (irregular shape); plafon plester dengan bentuk garis lengkung (swirling curved form).
Gaudi mengembangkan garis lengkung yang fantastik, kadangkal menyerupai sambungan tulang, kadangkala bentuk yang organik (liat) pada furniture yang didesain khusus oleh tukang kayu dengan kemampuan tinggi pada proyek yang spesifik. The Guell Park (1905-1914) dan proyek terakhirnya Sagrada Familia Church (1903-1926) menunjukkan sbuah karya yang fantastik dan karakter personal stilistik Gaudi; dalam skala yang besar.
3. Gerrit Rietveld (1888-1964)
Schröder House, Utrecht, The Netherlands, 1924. Image Source: www.architectureweek.com
Karya yang paling terkenal dari gerakan “De Stijl(the style/gaya)” adalah karya yang dibuat oleh Gerrit Rietveld, yaitu Schroder house yang berlokasi di Utrecht adalah realisasi komplit dari ide pergerakan tersebut. Adalah sebuah blok garis lurus yang menciptakan sesuatu yang kompleks, dinding yang saling menopang (interpenetrating planes of wall), atap, dan geladak yang memproyeksikan, dengan void yang dilengkapi dengan kaca gelas dalam bingkai logam.
Ruang keluarga  (living room) bagian atas dipisahkan oleh sistem panel geser (sliding panels) yang mengijinkan pengaturan kembali untuk mendapatkan variasi bukaan ruang. Furniture tanam (built-in) dan bergerak (movable) berkonsep geometrik  dan abstrak. Hanya waran-warna primer dan warna hitam yang diterapkan dengan warna putih dan abu-abu pada setiap permukaan sebagai komplementer-nya.
Dikarenakan anggotanya yang sedikit, masa yang singkat, dan sedikitnya pencapaian melalaui pembangunan proyek, Pengaruh gerakan De Stijl dalam konteks modernisme dalam desain (interior) tidak secemerlang dibandingkan dengan gerakan serupa yang muncul di Jerman dan Perancis
4. Alvar Aalto (1898-1976)
Finnish Pavilion, New York World's Fair, 1939. Image Source: www.architectureweek.com
“Generasi Kedua’” yang paling penting dalam era modernisme desain interior adalah seorang arsitek dan desainer Finlandia Alvar Aalto. Karir Aalto dimulai ketika gaya perkawinan antara gaya Romantisme-nya Napoleon (yang pada saat itu sedang trend di Eropa) dengan semangat nasionalisme Nordic yang didengungkan oleh Lars Sonck dan Eliel Saarinen, yang nantinya akan melahirkan suatu gaya bar yang disebut gerakanNeoclassicism dan Jugendstil pada akhir abad ke 19 (tahun 1800-an).
Masyarakat Amerika akhirnya dapat menikmati karya desain dari Alvar Aalto secara langsung pada saat New York’s World Fair 1979. Ruang interior seperti kotak(box-like) pameran Finlandia dibat dengan sangat menarik dengan memperkenalkan dinding organik (free-form) yang mengalir (flowing). Sebuah dinding yang terbuat dari kayu yang melengkung dan memenuhi keseluruhan ruang utama pameran dan dipasangi layar pada ruang pameran tambahan pada bagian atas.
Sebuah balkon restoran dengan tujuan untuk memutarkan film dari sebuah booth proyeksi dengan bentuk organik yang menakjubkan menambahkan keindahan dari keselurhan desain tersebut. Meskipn keluasan ruang yang sempit dan posisi booth pameran tersebut berada di lokasi yang kurang tepat, namun desain Aalto telah menarik perhatian pengunjung dan mendapatkan suatu pujian khusus pada event tersebut.
5. Pierre Chareau (1883-1950)
Maison de Verre,Paris, 1928-193; Image Source: jorgerovira.blogspot.com
Karyanya yang terkenal dan bersejarah adalah Maison de Verre (house Of Glass) di Paris yang menggnakan bingkai baja dan are yang luas dari glass block dan plate glass. Desain furniture termasuk di dalamnya kayu solid dan upholsteryyang tebal dan kursi yang gampang dilipat dengan bingkai logam dan anyam-anyaman (wicker) pada dudukan dan sandaran punggung. Karya desainnya mencerminkan suatu perpindahan dari gaya Art Deco ke arah International Style sebagai puncak atau era keemasan dari desain modern.
Chareau adalah seorang arsitek dan desainer kelahiran Lehavre-Prancis dan menyelesaikan studinya pada Ecole Nationale Superieure des Beaux-arts di Paris pada usia 17 tahun. Karakter desain-nya menunjukkan suatu komplesitas dari perpaduan bentuk-bentuk dasar yang harmonis. Melalui karya pertamanya Maison de Vierre, Chareau langsung melejit menjadi satu desainer dan arsitek kenamaan dan mempengaruhi gaya desain dunia selanjutnya.
6. Phillip Johnson (1906-2005)
Glass House, New Canaan, Connecticut, 1949.Image Source: ichalcarper.com
Pada tahun 1946, dunia sedang dilanda demam “International Style” dan salah satu tokohnya arsitek Mies Van De Rohe yang membangun Farnsworth House telah menginspirasi seorang arsitek Amerika lainnya Phillip Johnson untuk mendesain rumahnya sendiri di New Canaan-Connecticut dengan gaya yang sama. Sebuah rumah dengan interior berdindingkan glass block dengan hanya batu bata silinder kecil yang ditampilkan pada rumah untuk menujukkan posisi  kamar mandi dan  lokasi untuk tempat penghangat (fireplace).
Dapur dilengkapi dengan meja counter yang dapat diangkat ke atas (lift tops) untuk penyimpanan peralatan dapur. Sedangkan semua furniture-nya merupakan karya desain dari Mies Van De Rohe, dengan menggunakan upholsterykulit coklat dengan kerangkan berlapiskan krom, keseluruhan karya desain interior tersebut menunjukkan suatu bentuk ketelitian dalam ruang. Ubin yang merah pada lantai dan view yang menuju ke luar (outward) kepada eksterior yang hijau merupakan warna yag dominan pada interior tersebut. Rumah kaca ini merupakan contoh terkenal dari kemungkian untuk sebuah gagasan (open plan) yang logis dan eksekusi desain yang ekstrim
7. Walter Gropius (1883-1969)
Gropius House, 1937. Image Source: www.architectureweek.com
Pengaruh langsung dari modernisme gaya Internasional (international style) bertambah besar ketika beberapa pimpinan Eropa dari gerakan tersebut tiba di Amerika Serikat. Peristiwa hijarah tersebut disebabkan situasi politik Eropa yang makin tidak menentu seiring meningkatnya aksi-aksi represif dari partai NAZI-Jerman pimpinan Kanselir Adolf Hitler.
Salah satu pimpinan gerakan tersebut adalah Walter Gropius, bekas kepala sekolah sekolah desain yang terkenal di Weimar (bagian dari jerman) Bauhaus. Walter Gropius adalah seorang arsitek dengan mengarsiteki sendiri rumahnya sendiri di Lincoln-Massachussets (1937). Rumah tersebut merupakan conoth terbaik dari desain  international style, dengan tipikal atap datar, area kaca yang luas, dan penerapan detail pada fasad (entrance shelter) yang ditopang oleh kolom bulat, tangga spiral dan pemasangan glass block yang banyak.
Dinding putih diciptakan bukan dari beton ataupun stucco (plesteran) melainkan dengan papan kayu lapis (tongue-and-groove wood boards) yang merupakan tipikal dari bangunan vernakular New England. Desain interior-nya elegan simplicity dan menampilkan beberapa jenis karya desain furniture hasil karya anggota gerakan modernisme. Sekarang rumah tersebut menjadi sebuah tanda daerah (landmarks) dan menjadi salah satu atraksi pariwisata yang terkenal di Massachussets yang dikunjungi banyak wisatawan.
8. Herman Hertzberger (1932-)
Centraal Beheer, Apeldoorm, The Netherlands, 1973, Image Source: laguna.pl
Di Belanda, Herman Hertzberger mengimplementasikan gagasan Aldo Van Eyck tentang interior yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi civitas dalam interior yang terorganisir (organization of interior). Hertzberger menerapkannya pada bangunan kantor Central Beheer (1973) sebuah perusahaan asuransi di Apeldoorn.
Bangunan ini dibuat dengan unit-unit modular dalam ruang persegi empat dengan pola yang tidak beraturan. Ruang interior adalah sebuah hasil dari kompleksitas ruang kecil dimana     pekerja individual dituntut untuk mengatur sendiri furnitre kerja-nya, peralatan, dan aksesoris pribadi-nya sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Hasilnya adalah sebuah kekacauan (clutter) dalam ruang interior yang sangat humanis, tidak seperti ruang kantor umumnya yang terkesan kaku, formal dan monoton.
Hetzberger dengan Aldo Van Eyck merupakan pelopor gerrakan structuralist di Belanda (pada tahun 1960an). Ia percaya bahwa peran arsitek tidaklah menawarkan solusi yang komplit terhadap permasalahan bangunan, namun menyediakan kerangka spatial yang akan diisi oleh civitas pemakai ruang tersebut. Jadi Hetzberger menekankan pentingnya mendesain aktivitas manusia yang akan berada pada dengan memberikan kebebasan berekspresi pada ruang interior tersebut dibandingkan dengan bangunan yang formal dan kaku yang mengarahkan bahkan mendikte manusia untuk beraktivitas dalam ruang.
Eames House and studio, Santa Monica, California, 1949.Image Source: eischlernetwork.com
9. Charles Eames (1940-2001)
Lebih dikenal sebagai desainer dari Eames chair (1940-1), Rumah pribadi Charles Eames adalah sebuah contoh awal dari sebuah “gerakan” yang disebut high-tech yang menggunakan logam dan kaca sebagai elemen pembentk dari keseluruhan desain tersebut. Menggunakan kerangka sambungan logam yang tanpa penutup (exposed) pada  atap, sedangkan dinding eksterior disusun oleh kaca dan panel solid dengan jendela standar industri dan elemen struktur.
The Eames House dibangun dengan bagian produksi industri, juga kadangkala dipandang sebagai desain yang berbasiskan teknologi (industri) juga mampu menciptakan suatu interior dengan keindahan dan bahkan untuk rumah tinggal.
Charles Eames memang besar di lingkungan arsitek dan menamatkan pendidikan arsitekturnya Washington University-St Louis. Ia sangat dipengaruhi oleh seorang arsitek Finlandia Eliel Saarinen; yang nantinya akan menjadi teman dan partnernya dalam profesi.

**)Artikel ini merupakan terjemahan dan saduran dari “Histrory Of Interior Design” oleh John Pile (2001)
Daftar Pustaka
Ching, Francis D.K., 1996, Ilustrasi Desain Interior, Jakarta: Penerbit Erlangga
Dodsworth, Simon, 2009, The Fundamentals Of Interior Design, USA: AVA Publishing
Pile, John, 2001, The History Of Interior Design, Online Article @ www.architectureweek.com (5 September 2001) retrieved 5 Januari 2012

Sumber



Baca Selengkapnya..