Alih fungsi hutan diduga ilegal dan masyarakat pun meminta Pemprov Sumut mengambil tindakan tegas.Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut Syahrul Isman Manik mengatakan, lebih dari separuh hutan mangrove di Pangakaln Berandan sudah beralih fungsi tanpa mengantongi izin sama sekali.
Hal itu sesuai dengan surat Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat tertanggal 29 November 2010 dengan No 522.43053/HUTBUN/2010 yang memberikan peringatan ketiga terhadap tiga perusahaan yang membuka lahan perkebunan di hutan mangrove tanpa izin.
Untuk alih fungsi hutan mangrove yang juga kawasan hutan lindung harus ada izin menteri. Karena itu bicara legalitas ketiga perusahaan (PT PNS, UD Harapan Sawita dan KUD Murni) secara tegas tidak memilikinya sesuai dengan surat peringatan ketiga yang diberikan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat pada 29 November 2010,” kata Syahrul sambil menunjukkan surat peringatan yang ditandaangani langsung oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Langkat Suandi Tarigan, saat berunjuk rasa di Kantor Pemprov Sumut,Jalan Diponegoro, Medan,kemarin.
Senada, Koordinator Aksi Tajruddin Hasibuan menga-takan, hutan mangrove merupakan tempat nelayan mencari nafkah. Selama ada perusahaan perkebunan sawit, hasil tangkapan nelayan semakin terbatas. Karena ikan, udang dan kepah yang biasa berada di paluh sungai kini hilang akibat limbah sawit yang berasal dari pupuk dan hama yang dibuang langsung ke sungai.
Sangkot–sapaan akrab Tajruddin Hasibuan–mengatakan ribuan hektare perkebunan sawit telah membuat benteng di sepanjang Sungai Tanjung Balai dan Sei Babalan Kabupaten Langkat. Sehingga daerah resapan air semakin berkurang dan setiap datang pasang atau hujan perkampungan selalu banjir.Padahal sebelum ada perkebunan sawit, sekitar 2006 lalu, pasang setinggi apapun belum pernah membanjiri perkampungan.
Sangkot memastikan dalam waktu beberapa tahun yang akan datang, beberapa desa yang ada di Pangkalan Brandan danKecamatanBabalanseperti Desa Sungai Bilah,Desa Taman Bunga, Desa Perlis, Desa Tangkahan Batu, Tangkahan Serai,Desa Lubuk Kerkang,dan Desa Klantan akan hilang dari peta karena tenggelam.“Kami minta ekosistem mangrove dikembalikan seperti semula. Karena itu tempat nelayan serta nyawa nelayan dalam mencari nafkah,”tegas Sangkot.
Sedangkan Azhar dari Kesatuan Himpunan Tani Indonesia Region Sumatera meminta Plt Gubernur Sumut, Dinas Kehutanan Sumut dan Poldasu untuk menindak dan menangkap pemilik ketiga perusahan tersebut karena telah menyengsarakan kehidupan nelayan dan merugikan negara. Apabila dalam waktu sebulan Pemprov Sumut dan Poldasu belum mengambil tindakan tegas pada pemilik tiga perkebunan tersebut maka massa akan melakukan tindakan dengan cara sendiri.
“Kami juga meminta ketigas perusahaan tersebut untuk merehabilitasi kawasan mangrove yang telah dirubah fungsinya. Dan buka kembali paluh/anak sungai yang telah ditutup akibat dari pengkonversian ekosistem mangrove,”tandasnya Kepala Biro Perekonomian Bangun Oloan Harahap yang menerima perwakilan dari pengunjuk rasa mengatakan, Pemprov Sumut belum mendapatkan laporan terkait legalitas ketiga perusahaan tersebut dalam membuka lahan sawit di kawasan hutan mangrove.
Karena itu pihaknya belum bisa mengambil tindakan sebelum berkoordinasi dengan pihak terkait dari Dinas Kehutanan maupun Pemerintah Kabupaten Langkat. “Kami akan coba berkomunikasi dulu dengan pihak terkait apakah memang benar ini ada izin atau tidak.Kalau tidak ada izin akan kami cari tahu mengapa bisa terjadi. Begitu juga kalau bisa ada izinnya akan dipertanyakan mengapa bisa dikasi. Jadi kami harap kita sabar menunggunya,”kata Bangun. m rinaldi khair
Here ]
Get this widget [
No comments:
Post a Comment