Thursday, May 31, 2012

Walhi Khawatirkan Teknologi Injeksi Chevron Berdampak Lingkungan

JAKARTA : Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengkhawatirkan teknologi injeksi bahan kimia yang digunakan Chevron berisiko kepada lingkungan karena menimbulkan pencemaran air tanah."Teknologi injeksi bahan kimia ini berisiko menimbulkan pencemaran air tanah di akuifer setempat," kata Pengkampanye Tambang dan Energi Walhi, Pius Ginting di Jakarta, Senin.

Produksi minyak Indonesia sebanyak 40 persen berasal dari blok minyak yang dikuasai Chevron di Provinsi Riau yang mencapai 350.000 barel per hari.Dengan teknologi injeksi bahan kimia, perusahaan tersebut menargetkan terjadi kenaikan produksi maksimal 850.000 barel per hari.Teknologi injeksi bahan kimia ke dalam tanah mulai digunakan Chevron pada 2012 untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak.

Di negeri asal Chevron, Amerika Serikat, teknologi injeksi bahan kimia dan air (hidraulic fracturing) sedang mengalami kontroversi.Setelah perusahaan lama membantah adanya dampak pencemaran lingkungan dari teknologi tersebut, pada Desember 2011, Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) Amerika Serikat akhirnya menyimpulkan bahwa bahan-bahan kimia yang dipakai dalam hidraulic fracting di lembah terpencil di Wyoming adalah tampaknya mengakibatkan pencemaran terhadap persediaan air masyarakat lokal setempat.

Dari analisis uji air yang diambil dari sumur monitor akuifer setempat, EPA menemukan bahan kimia sintesis dan cairandari hydraulic fracturing, serta konsentrasi benzene diatas baku mutu Federal Safe Drinking Water Act standard di AS..

Menurut Walhi dan Jatam, penggunaan teknologi injeksi bahan kimia oleh Chevron di Riau disetujui oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi (BP Migas) dan Kementerian Lingkungan Hidup.

"Kami mendesak kepada KLH, BP Migas, dan Chevron untuk mengungkapkan kepada publik jumlah bahan kimia yang diinjeksikan, jenis bahan kimia yang dipakai, risiko yang ditimbulkan dan peringatan antisipasi yang diberikan kepada masyarakat yang berpotensi terdampak. Khususnya mereka yang mengkonsumsi air dari sistem air tanah dari lokasi sekitar ladang migas Chevron di Riau," katanya.

Walhi dan Jatam juga mendesak KLH melakukan pemantauan langsung dalam pengambilan sampel air tanah di titik-titik monitor, sehingga tidak hanya mengandalkan laporan periodik Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) perusahaan.

Related Post | Artikel Terkait



Get this widget [ Here ]

No comments:

Post a Comment